Bogor, 16 Juni 2020. Macan tutul jawa, Panthera pardus melas, adalah kucing besar terakhir yang ada di pulau Jawa setelah harimau jawa dinyatakan punah pada tahun 1980an. Macan tutul merupakan satwa yang dilindungi undang-undang dan secara global digolongkan ke dalam kelompok yang kritis punah (Critically Endangered) dalam daftar merah IUCN, satu tingkat menuju kepunahan. Menyusutnya habitat dan ancaman perburuan merupakan tantangan bagi kelestarian macan tutul jawa yang tersisa. Selain itu data populasi dan sebaran macan tutul jawa sendiri masih minim ketersediaanya dan masih menjadi pekerjaan rumah bagi para pemangku kepentingan termasuk peneliti dan masyarakat umum.
Secara umum diketahui bahwa macan tutul jawa mendiami hutan, baik Kawasan konservasi maupun diluar kawasan. Kemampuan adaptasinya yang tinggi memungkinkan macan tutul mendiami berbagai tipe habitat yang ada, selama menyediakan pakan, perlindungan dan pasangan untuk reproduksi.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat sebagai unit pelaksana teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mempunyai tanggung jawab dalam mengelola Kawasan Konservasi beserta tumbuhan dan satwa liar yang ada di dalam nya. Dalam rangka menjalankan tugas tersebut dan memperkuat konservasi macan tutul, telah dilakukan kajian habitat dan pemantauan populasi macan tutul di kawasan Suaka Margasatwa Cikepuh dan Cagar Alam Cibanteng pada bulan April-Mei 2020 bersama dengan yayasan Sintas Indonesia dan Yayasan IAR Indonesia.
Dari hasil temuan kami, secara umum Kawasan SM Cikepuh ( 8.070,10 ha) dan CA Cibanteng (459,95 ha) masih memiliki potensi yang dapat mendukung keberadaan macan tutul. Satwa mangsa, sumber air dan tutupan hutan untuk berlindung yang cukup masih tersedia. Dengan menggunakan pendekatan survey okupansi, kami melakukan kajian dengan total panjang transker sebesar 70,19 km yang dilakukan selama 3 hari secara pararel oleh 4 tim di 13 petak imaginer (ukuran 3,5 x 3,5 km) yang membagi habis Kawasan Cikepuh dan Cibanteng. Total 4 dari 13 petak yang disurvei di jumpai jejak macan tutul berupa tapak, cakaran dan juga kotorannya berikut temuan satwa mangsa dan tindakan illegal yang masih terjadi di dalam Kawasan Konservasi. Dari hasil temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara naif, proporsi area hunian macan tutul di Cikepuh dan Cibanteng adalah sebesar 31% dari total luas kawasan.
Selain kajian habitat, 17 unit kamera pengintai (cameratrap) dipasang di 17 stasiun pengamatan selama 1 bulan penuh untuk memantau keberadaan dan populasi macan tutul. Hasilnya, 5 unik individu, 2 ekor jantan dan 3 ekor betina, berhasil terekam kamera di 4 lokasi yang berbeda. Hingga saat ini kami masih melakukan analisis lanjutan untuk dapat memperkirakan besaran populasi macan tutul jawa yang mendiami cikepuh dan cibanteng.
Sebelumnya, upaya yang dilakukan pada tahun 2016, mendapatkan 4 unik individu, sedangkan pada tahun 2018 dan 2019 hanya 1 individu. Temuan tahun ini merupakan yang terbanyak. Namun hal ini tidak dapat secara langsung diartikan adanya penambahan populasi, walaupun kemungkinan tersebut bisa saja terjadi. Pemutakhiran metode pengamatan terstandar yang dilakukan mungkin merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kemungkinan macan tutul tertangkap kamera lebih besar. Namun tidak juga dipungkiri, proses suksesi dari sebuah proses rehabilitasi kawasan Cikepuh juga mempunyai peran penting dalam terjaganya populasi macan tutul, hal ini ditunjukkan dengan bertambahnya jenis dan lokasi temuan satwa mangsa.
Sebagai penutup, Konservasi Macan tutul jawa yang kian terancam ini tidak dapat sepenuhnya dipenuhi dan dicapai oleh hanya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. BBKSDA Jawa Barat akan selalu senantiasa berkomitmen menjadi garda terdepan dalam konservasi bersama masyarakat dan tentunya dengan dukungan para pihak.
Salam Konservasi, macan tutul lestari.
Sumber: http://ksdae.menlhk.go.id/